Minggu, 16 Desember 2007

Zaman Kalabendu dan Zaman Kalasuba

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan izinnya kepada pemilik blogger ini untuk menuliskan suatu analisis dari R.Ng.Ranggawarsita tentang dua zaman yang saling bertentangan satu zaman adalah keburukan dan satu zamannya lagi adalah kebaikan. Semoga saja penulis diberikan perlindungan dari Allah SWT supaya bisa membedakan mana ramalan yang harus dipercaya dan mana yang merupakan analisis ilmiah mengenai ramalan Ronggowarsito ini, karena penulis Alhamdulillah tidak mempercayai ramalan beliau, namun hanya sekedar menganalisis satu spot kejadian dengan spot yang lain, suatu ruang dan masa tertentu dimana tanah Jawa/Indonesia mengalami kedua zaman tsb..dan suatu ruang dan masa tertentu dimana peristiwa-peristiwa tsb berulang sebagaimana suatu siklus. Sebagaimana sifat dan tabiat Orang Romawi dahalu tidak jauh berbeda dengan sifat dan tabiat orang Eropa/Amerika/Barat dewasa ini. sebagaimana sifat dan tabiat orang Yahudi dahulu dan orang Yahudi zaman sekarang. Hanya bentuk fisik ruang dan waktu saja yang membedakan.

Shalawat kita junjungkan kepada Nabi Muhammad Saw, nabi terakhir dan tidak ada nabi lagi setelah beliau kecuali dengan turunnya Isa Al Masih yang hidup zaman dahulu dan akan diturunkan pada zaman akhir.

Shalawat kita haturkan pula kepada para sahabat, keluarga dan para pengikutnya sampai akhir zaman.


Konsep dibawah ini, penulis ambil dari artikel berjudul


KALABENDU - GEJALA MASYARAKAT YANG KEHILANGAN ARAH

Oleh : Ki Ageng Mangir

Zaman Kalabendu.

Pada pupuh 257 tembang 24 sampai dengan 44 dijelaskan secara terperinci tanda-tanda zaman
Kalabendu. Penulis sendiri belum pernah membaca Serat Kalatidha karangan R.Ng. Ranggawarsita, yang kelihatannya telah disadur dan dimasukkan dalam bagian dari Serat Centhini pada bagian ini - ini sangat mungkin terjadi karena penulisan Serat Centhini terjadi pada satu masa dengan masa kehidupan R. Ng. Ranggawarsita, bahkan pembukaan Sera Centhini jilid 5, dibuat oleh beliau. Kemungkinan lain kenapa masa Kalabendu mendapat porsi yang lebih banyak dalam Serat Centhini : 1. Interpretasi bahwa Kalabendu adalah zaman periode tahun 1800-1900 dimana saat

penulisan Serat Centhini.
2. Serat Kalatidha yang disadur kedalam Serat Centhini pupuh 257 adalah sekedar ilustrasi apa yang sedang terjadi pada zaman itu oleh Ranggawarsita dan sama sekali bukan ramalan.

Ilustrasi apa yang terjadi pada masa Kalabendu sangat mirip dengan apa yang sedang terjadi pada bangsa Indonesia saat ini, oleh karena itu terbuka suatu interpretasi bahwa masa Kalabendu adalah periode yang akan berakhir pada tahun 2000. Pertanda zaman sama sekali belum terlihat tanda-tanda bahwa kita memasuki zaman Kalasuba yaitu suatu periode setelah zaman Kalabendu berakhir (seperti yang di prediksi oleh Jayabaya).

Barangkali kita bisa mencoba melihat ilustrasi dari masa zaman Kalabendu yang dimulai dari tembang28 s/d 44 pupuh 257 Serat Centhini jilid IV :

  • Wong agunge padha jail kurang tutur, marma jeng pamasa, tanpa paramarteng dasih, dene datan ana wahyu kang sanyata.

Artinya: Para pemimpinnya berhati jail, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya dan tidak ada wahyu yang sejati.

  • Keh wahyuning eblislanat kang tamurun, apangling kang jalma, dumrunuh salin sumalin, wong wadon kang sirna wiwirangira.

Artinya : Wahyu yang turun adalah wahyu dari iblis dan sulit bagi kita untuk membedakannya, para wanitanya banyak yang kehilangan rasa malu.

  • Tanpa kangen mring mitra sadulur, tanna warta nyata,akeh wong mlarat mawarni, daya deye kalamun tyasenalangsa.

Artinya : Rasa persaudaraan meluntur, tidak saling memberi berita dan banyak orang miskin ber-aneka macam yang sangat menyedihkan kehidupannya.

  • Krep paprangan, sujana kapontit nurut, durjana susila dadra andadi, akeh maling malandang marang ing marga.

Artinya : Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat, kejahatan/perampokan dan pemerkosaan makin menjadi-jadi dan banyak pencuri malang melintang di jalan-jalan.

  • Bandhol tulus, mendhosol rinamu puguh, krep grahana surya, kalawan grahana sasi, jawah lindhu gelap cleret warsa.

Artinya : Alampun ikut terpengaruh dengan banyak terjadi gerhana matahari dan bulan, hujan abu dan gempa bumi.

  • Prahara gung, salah mangsa dresing surur, agung prang rusuhan, mungsuhe boya katawis, tangeh lamun tentreming wardaya.

Artinya: Angin ribut dan salah musim, banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan tidak mungkin ada rasa tenteram dihati.

  • Dalajading praja kawuryan wus suwung, lebur pangreh tata, karana tanpa palupi, pan wus tilar silastuti titi tata.

Artinya : Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tata tertib, keamanan, dan aturan telah ditinggalkan.

  • Pra sujana, sarjana satemah kelu, klulun Kalathida, tidhem tandhaning dumadi, hardayengrat dening karoban rubeda.

Artinya : Para penjahat maupun para pemimpin tidak sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah / kesulitan.

  • Sitipati, nareprabu utamestu, papatih nindhita, pranayaka tyas basuki, panekare becik-becik cakrak cakrak.

Artinya : Para pemimpin mengatakan se-olah-olah bahwa semua berjalan dengan baik padahal hanya sekedar menutupi keadaan yang jelek.

  • Nging tan dadya, paliyasing Kalabendu, mandar sangking dadra, rubeda angrubedi, beda-beda hardaning wong sanagara.

Artinya : Yang menjadi pertanda zaman Kalabendu, makin lama makin menjadi kesulitan yang sangat, dan ber-beda-beda tingkah laku / pendapat orang se-negara.

  • Katatangi tangising mardawa-lagu, kwilet tays duhkita, kataman ring reh wirangi, dening angupayasandi samurana.

Artinya : Disertai dengan tangis dan kedukaanyang mendalam, walaupun kemungkinan dicemooh, mencoba untuk melihat tanda2 yang tersembunyi dalam peristiwa ini. (kelihatanya ini adalah ungkapan hati pembuattembang ini).

  • Anaruwung, mangimur saniberike, menceng pangupaya, ing pamrih melok pakolih, temah suhaing karsa tanpa wiweka.

Artinya : Berupaya tanpa pamrih.

  • Ing Paniti sastra wawarah, sung pemut, ing zamanmusibat, wong ambeg jatmika kontit, kang mangkono yen niteni lamampahan.

Artinya : Memberikan peringatan pada zaman yangkalut dengan bijaksana, begitu agar kejadiannya /yang akan terjadi bisa jadi peringatan (peringatan dari R.Ng. Ranggawarsita).

  • Nawung krida, kang menangi jaman gemblung, iyajaman edan, ewuh aya kang pambudi, yen meluwaedan yekti nora tahan.

Artinya : Untuk dibuktikan, akan mengalami jamangila, yaitu zaman edan, sulit untuk mengambil sikap,apabila ikut gila/edan tidak tahan.

  • Yen tan melu, anglakoni wus tartamtu, boya keduman, melik kalling donya iki, satemahe kaliren wekasane.

Artinya : Apabila tidak ikut menjalani, tidak kebagianuntuk memiliki harta benda, yangakhirnya bisa kelaparan.

  • Wus dilalah, karsane kang Among tuwuh, kang lali kabegjan, ananging sayektineki, luwih begja kang eling lawan waspada.

Artinya : Sudah kepastian, atas kehendak Allah SWT,yang lupa untuk mengejar keberuntungan, tapi yang sebetulnya, lebih beruntung yang tetap ingat dan waspada (dalam perbuatan berbudi baik dan luhur).

  • Wektu iku, wus parek wekasanipun, jaman Kaladuka, sirnaning ratu amargi, wawan-wawan kalawan memaronira.

Artinya : Pada saat itu sudah dekat berakhirnya zaman Kaladuka.

Kalau kita perhatikan ilustrasi zaman Kalabendu adalahsangat mirip dengan 'bebendu' atau 'kekalutan' yang sedang terjadi saat ini yang kelihatannya tidaksatupunpemimpin yang mampu mengatasi (baik yang formalyang sedang mejalankan roda pemerintahan maupun pimpinan informal diluar pemerintahan - bahkan pimpinan ABRI yang punya senjatapun tidak mampu mengatasi masalah - bahkan cenderung seperti orang bingung / linglung - yang se-mata-mata terpengaruh oleh perbawa zaman Kalabendu yang tidak mungkin bisa dihindari)

Zaman Kalasuba.

Pada pupuh 258, dimulai suatu perubahan dari zamanKaladuka ke zaman Kalasuba yang lebih baik seperti pada tembang 1 s/d 6 sebagai berikut :

  • Saka marmaning Hayang Sukma, jaman Kalabendusirna, sinalinan jamanira, mulyaning jenengan nata,ing kono raharjanira, karaton ing tanah Jawa,mamalaning bumi sirna, sirep dur angkaramurka.

Artinya : Atas izin Allah SWT, zaman Kalabendu hilang, berganti zaman dimana tanah Jawa/Indonesia menjadi makmur, hilang kutukan bumi dan angkara murkapun mereda.

  • Marga sinapih rawuhnya, nata ginaib sanyata, wijiwijiling utama, ingaranan naranata, kang kapisan karanya, adenge tanpa sarana, nagdam makduming srinata, sonya rutikedatonnya.

Artinya : Kedatangan pemimpin baru tidak terduga, seperti muncul secara gaib, yang mempunyai sifat2 utama. (note : yang diterjemahkan banyak pihak sebagai 'satria piningit')

  • Lire sepi tanpa srana, ora ana kara-kara, duk masih keneker Sukma, kasampar kasandhung rata, keh wong katambehan ika, karsaning Sukma kinarya, salin alamnya, jumeneng sri pandhita.

Artnya: Datangnya tanpa sarana apa-apa, tidak pernah menonjol sebelumnya, pada saat masih muda, banyak mengalami halangan dalam hidupnya, yang oleh izin Allah SWT, akan menjadi pemimpin yang berbudi luhur.

  • Luwih adil paraarta, lumuh maring brana-arta, nama Sultan Erucakra, tanpa sangakan rawuhira, tan ngadu bala manungsa, mung sirollah prajuritnya, tungguling dhikir kewala, mungsuh rerep sirep sirna.

Artinya : Mempunyai sifat adil, tidak tertarik denganharta benda, bernama Sultan Erucakra (note : penulis tidak tahu apa maksudnya, perlu interpretasi tentang nama ini), tidak ketahuan asal kedatangannya, tidak mengandalkan bala bantuan manusia, hanya kepercayaan/keimanan terhadap Allah SWT prajuritnya dan senjatanya adalah se-mata2 zikir, musuh semua bisa dikalahkan (note: suatu indikasi bahwa pemimpin yang akan muncul adalah seorang Muslim yang sangat taat beragama, yang semata-mata iman yang sangat tebal kepada Allah SWT yang membimbingnya dan menjadi kekuatannya)

  • Tumpes tapis tan na mangga, krana panjenengan nata, amrih kartaning nagara, harjaning jagat sadaya, dhahare jroning sawarsa, denwangeni katahhira, pitung reyal ika, tan karsa lamun luwiha.

Artinya : Semua musuhnya dimusnahkan oleh sang pemimpin demi kesejahteraan negara,dan kemakmuran semuanya, hidupnya sederhana, tidak mau melebihi, penghasilan yang diterima. (note : suatu indikasi bahwa kejujuran, kesederhanaan, dan tidak maumelebihi apa yang menjadi penghasilannya - tidak kurang tidak lebih - menjadi ciri utama dari pemimpin yang baru. Dalam tembang ini sangat jelas dilukiskan kelemahan pemimipin adalah sikap berlebih-lebih-an yang pada posisi sebagai pimpinan cenderung tidak menerima apa yang secara murni diberikan oleh negara sebagai penghasilannya sehingga menimbulkan banyak 'kreativitas' untuk mendapatkan 'tambahan' penghasilan yang sulit dikontrol batas-batas-nya yang merugikan rakyat banyak yang contoh nyatanya adalah situasi kehidupan para pimpinan/pejabat pemerintahan selama 32 tahun rezim Soeharto berkuasa dan juga sampai dengan saat ini).

  • Bumi sakjung pajegira, amung sadinar sawarsa, sawah sewu pametunya, suwang ing dalem sadina, wus resik nir apa-apa, marmaning wong cilik samya, ayem enake tysira, dene murah sandhang teda.

Artinya : Pajak orang kecil sangat rendah nilainya, orang kecil hidup tentram, murah sandang dan pangan.

  • Tan na dursila durjana, padha martobat nalangas, wedi willating nata, adil asing paramarta, bumi pethik akukutha, parek lan kali Katangga, ing sajroning bubak wana, penjenenganin sang nata.

Artinya: Tidak ada penjahat, semuanya sudah bertobat, takut dengan kewibawaan sang pemimpin yang sangatadil dan bijaksana.


Kesimpulan.

Ilustrasi zaman Kalabendu adalah mirip dengan kondisi bangsa Indonesia pada saat ini sebagai pertandazaman dimana masyarakat kehilangan arah yang merupakan tahap akhir sebelum bangsa Indonesiabisa mengatasi dengan kedatangan pemimpin yang adil dan bijaksana.

Bisa saja hal ini adalah sekedar suatu 'angan-angan' atau suatu harapan apabila suatu bangsa ataumasyarakat mengalami tekanan kesulitan yang sangat sulit diatasi seperti pada saat ini sehinga harapan akan munculnya Ratu Adil (Satria Piningit) adalah sekedar suatu pelampiasan sumbat sosial agar masyarakat masih menaruh harapan akan datangnya suatu perbaikan.

Waktulah yang akan membuktikan bahwa apa yang menjadi ilustrasi dari budaya Jawa baik oleh Prabu Jayabaya dari Kediri maupun R. Ng. Ranggawarsita adalah sekedar ilustrasi pada masanya yang kebetulan berulang pada saat ini dan bisa saja berulang lagi dimasa yang akan datang atau merupakan prediksiyang mungkin bisa terjadi yang kita mengalami masa Kalabendu tahap akhir yang akan menuju masa
Kalasuba yang penuh harapan.

Tujuan tulian ini adalah :

  • Mengemukakan suatu ilustrasi zaman sesuai dengan referensi budaya Jawa.
  • Mengingatkan kembali bahwa dalam menghadapi kesulitan, kebingungan, kekakhawatiran yang amatsangat pada saat ini, peringatan R. Ng. Ranggawarsita adalah sangat relevan untuk kita cermati kembali 'luwihbegja kang eling lan waspada' yaitu kunci keselamatan agar kita tetap mampu mengontrol tingkah laku kita untuk tidak ikut-ikutan gila / edan walaupun dalam kesulitan seberapapun besarnya untuk menjaga perbuatan kita agar tetap menjaga sifat budi luhur - tidak ikut2-an korupsi, tidak ikut2-an menjarah, tidak ikut2-an merampok dijalanan, tidak ikut2-an merusak, menyerahkan semuanya dengan ikhlas kepada Allah SWT yang hanya atas izinnya semata semua kejadian akan bisa berlaku apakah seseorang mendapat suatu kesulitan / musibah ataupun dipermudah jalannya. (Walaupun tidak mudah bersikap seperti ini pada zaman ini - dan ini nyata2 cobaan buat diri kita semua -dan tidak semua orang mampu lulus ujian melewatizaman Kalabendu dengan selamat kecuali 'yang eling
    lan waspada').
  • Memberikan harapan bahwa keadaan akan lebih baik bila zaman Kalabendu berakhir dan perbawa (kewibawaan) pemimpin bisa kembali dengan datangnya zaman Kalasuba.

Ruang dan waktu yang disetting oleh Ronggowarsito ini mengambil zaman Surakarta -
Sunan Pakubuwana V (1820 - 1823) pada kira-kira tahun 1814 dan mungkin juga mengambil contoh2 dari kehidupan manusia zaman itu. Namun siklus Al-haq dan Al-batil terus berlanjut, peristiwa-peristiwa yang dijadikan tembang oleh Ronggowarsito yang sebagian orang disebut ramalan mungkin saja memang ditujukan untuk zamannya. Siklus pergiliran Al-haq dan Al-batil yang mempunyai pola kelakuan dan tabiat manusia tidak berubah namun mempunyai fisik ruang mis; bangunan2 dahulu adalah candi, mungkin sekarang adalah gedung-gedung pencakar langit dan waktu mis; tahun 1800-an dan sekarang tahun 2007-an.

Saya mengambil tulisan artikel Ki Ageng Mangir diatas sebatas ANALISIS yang berhubungan dengan Pemilihan Presiden tahun 2009 nanti karena pintu bagi calon independen telah tertutup dan dibatasi hanya pada Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA).

Apakah calon Presiden yang tidak mempunyai sarana, sebagaimana digambarkan dalam tembang Ronggowarsito berikut ini :

  • Lire sepi tanpa srana, ora ana kara-kara, duk masih keneker Sukma, kasampar kasandhung rata, keh wong katambehan ika, karsaning Sukma kinarya, salin alamnya, jumeneng sri pandhita.
Artinya: Datangnya tanpa sarana apa-apa, tidak pernah menonjol sebelumnya, pada saat masih muda, banyak mengalami halangan dalam hidupnya, yang oleh izin Allah SWT, akan menjadi pemimpin yang berbudi luhur.


  • Apakah seseorang yang tidak mempunyai sarana partai dapat menjadi presiden ? sebagaimana Presiden Soekarno dengan sarana PNI-nya. sebagaimana Presiden Soeharto mempunyai militer untuk jabatan presidennya, sebagaimana Habibie mempunyai sarana Birokrasi (Wkl presiden), sebagaimana Abdurahman Wahid mempunyai Organisasi Massa (NU) dan PKB, sebagaimana Megawati yang mempunyai organisasi massa (Wong abangan) dan PDIP, sebagaimana SBY yang mempunyai sarana birokrasi, militer, dan Partai Demokrat.
  • Apakah seseorang yang tidak mempunyai sarana jabatan militer dapat menjadi presiden ?
  • Apakah seseorang yang tidak mempunyai sarana ekonomi/pengusaha dapat menjadi presiden?
Jika kita lihat kondisi sekarang ini, keadaan seperti tsb diatas, menurut saya seseorang tak mungkin menjadi Satria Piningit . Karena kemunculan satria Piningit tidak dibekali oleh sarana-sarana yang saya sebutkan diatas. Kecuali terjadi Peristiwa luar biasa..yang saya tak tahu peristiwa apa itu?

Kita tidak tahu kejadian masa depan, hanya Allah SWT saja yang mengetahuinya. Namun kita dapat berusaha melakukan usaha-usaha agar syarat menjadi Presiden RI tsb flexible tidak seperti sekarang yang disyaratkan harus melalui Partai Politik..Karena daripada kita menunggu Satria Piningit yang belum datang, lebih baiknya kita membuat Satria piningit dari sekarang dan semua orang mempunyai kesempatan menjadi Satria Piningit.